Sabtu, 31 Maret 2012

prinsip prinsip pembakaran


BAB III
SISTEM PEMBAKARAN


1.1 Proses Pembakaran
Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup.
Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan yang dapat terbakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran spontan adalah pembakaran dimana bahan mengalami oksidasi perlahanlahan sehingga kalor yang dihasilkan tidak dilepaskan, akan tetapi dipakai untuk menaikkan suhu bahan secara pelan-pelan sampai mencapai suhu nyala. Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana semua konstituen yang dapat terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO2, air (= H2O), dan gas SO2, sehingga tak ada lagi bahan yang dapat terbakar tersisa.
Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volum hasil samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai ke cerobong. Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap.

C + O2                        CO 2 + 8.084 kkal/kg Karbon
2C + O2                     2 CO + 2.430 kkal/kg Karbon
2H 2 + O2                  2H2O + 28.922 kkal/kg Hidrogen
S + O2                        SO2 + 2.224 kkal/kg Sulfur

Setiap kilogram CO yang terbentuk berarti kehilangan panas 5654 kKal (8084 – 2430).

.1.2 Pembakaran Tiga T
Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan “tiga T” pembakaran yaitu
  1. Temperature/ suhu yang cukup tinggi untuk menyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar
  2. Turbulence/ Turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik
  3. Time/ Waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna.

Bahan bakar yang umum digunakan seperti gas alam dan propan biasanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Uap air merupakan produk samping pembakaran hidrogen, yang dapat mengambil panas dari gas buang, yang mungkin dapat digunakan untuk transfer panas lebih lanjut. Gas alam mengandung lebih banyak hidrogen dan lebih sedikit karbon per kg dari pada bahan bakar minyak, sehingga akan memproduksi lebih banyak uap air. Sebagai akibatnya, akan lebih banyak panas yang terbawa pada pembuangan saat membakar gas alam. Terlalu banyak, atau terlalu sedikit nya bahan bakar pada jumlah udara pembakaran tertentu, dapat mengakibatkan tidak terbakarnya bahan bakar dan terbentuknya karbon monoksida. Jumlah O2 tertentu diperlukan untuk pembakaran yang sempurna dengan tambahan sejumlah udara (udara berlebih) diperlukan untuk menjamin pembakaran yang sempurna. Walau demikian, terlalu banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi.
Tidak seluruh bahan bakar diubah menjadi panas dan diserap oleh peralatan pembangkit. Biasanya seluruh hidrogen dalam bahan bakar terbakar. Saat ini, hampir seluruh bahan bakar untuk boiler, karena dibatasi oleh standar polusi, sudah mengandung sedikit atau tanpa sulfur. Sehingga tantangan utama dalam efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO selain CO2.









Dalam pembakaran proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai
berikut:
Karbon + oksigen = Karbon dioksida + panas
Hidrogen + oksigen = Uap air + panas
Sulfur + oksigen = Sulfur dioksida + panas
Pembakaran di atas dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan oksigen (dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat, hingga tidak diperoleh sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran “lean” (kurus). Pembakaran ini menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak (atau tidak cukup oksigen), dikatakan campuran “rich” (kaya). Pembakaran ini menghasilkan api reduksi. Api reduksi ditandai oleh lidah api panjang, kadang-kadang sampai terlihat berasap. Keadaan ini juga disebut pembakaran tidak sempurna. Seperti diketahui, oksigen untuk pembakaran diperoleh dari udara yang terdiri dari 20% O2 dan 80% N2. Sebagai contoh, bila diperlukan 1 lb O2, berarti memerlukan 4.32 lb udara atau setiap cuft O2 perlu 4.78 cuft udara. Gas N2 yang mengisi 80% dari udara, tidak ikut dalam reaksi pembakaran, malahan menghisap panas dari hasil reaksi pembakaran. Untuk menentukan jumlah O2 yang tepat pada setiap pembakaran, merupakan hal yang tidak mudah.
Pada umumnya dipakai kelebihan udara. Keuntungannya tidak terjadi pemborosan bahan bakar. Kerugiannya mengurangi panas hasil pembakaran. Untuk ini dijaga ada kelebihan udara, tetapi tidak terlalu banyak (antara 5-15%). Dalam pembakaran, ada pengertian udara primer yaitu udara yang dicampurkan dengan bahan bakar di dalam burner (sebelum pembakaran) dan udara sekunder yaitu udara yang dimasukkan dalam ruang pembakaran setelah burner, melalui ruang sekitar ujung burner atau melalui tempat lain pada dinding dapur.

1. Perbandingan Udara – Bahan Bakar
Untuk memperoleh reaksi pembakaran yang baik diperlukan:
1. Perbandingan tertentu antara bahan bakar dengan udara.
2. Pencampuran yang baik antara bahan bakar dengan udara.
3. Permulaan dan kelangsungan penyalaan campuran.
Campuran yang baik adalah yang homogen dan tiap partikel bahan bakar harus kontak langsung dengan partikel udara. Pada umumnya bahan bakar telah berubah menjadi uap (combustible vapor) sebelum terbakar. Untuk mempercepat terjadinya “combustible vapor” diperlukan proses pengabutan. Butiran-butiran kabut tersebut luas permukaannya menjadi sangat besar, hingga mempercepat penguapan. Untuk bahan bakar padat, tentunya tidak dapat dilakukan pengabutan. Untuk mendekati bentuk kabut tersebut diperlukan pemecahan/penghalusan butirannya dalam “pulverizer” dan sprayer.
Pada awal pembakaran, diperlukan nyala api atau loncatan api listrik setelah sebagian kecil bahan bakar mulai terbakar, maka sebagian panas pembakaran digunakan untuk menaikkan suhu bahan bakar sampai suatu saat suhu bahan bakar cukup tinggi untuk terbakar sendiri. Bila kondisi ini sudah dicapai, bantuan nyala api sudah tidak diperlukan lagi.

1.2 Susunan Gas Asap
Apabila pembakaran berlangsung sempurna, maka susunan gas asap hanya terdiri dari: CO2, H2O, SO2, N2 dari udara dan O2 kelebihan. Pembakaran tidak sempurna, maka disamping gas-gas tersebut di atas, terjadi pula gas CO serta sisa bahan bakar yang tidak terbakar. Besarnya kadar gas CO2 dalam gas asap merupakan indikator sempurna atau tidak sempurnanya pembakaran.

3.4 Pencemaran
Pada proses pembakaran bahan bakar konvensional (bukan bahan bakar nuklir), tak dapat dihindari kemungkinan terjadinya pencemaran, baik oleh komponen-komponen dalam gas asap yang bersifat racun bagi kesehatan serta mengganggu kenyamanan manusia, maupun oleh radiasi kalor. Khusus pencemaran oleh bahan bahan hasil pembakaran, meliputi 5 macam bahan pencemar utama yaitu:
  1. Partikulat, yaitu padatan atau cairan yang sangat kecil, tersuspensi dalam gas asap. Partikulat ini terlepas ke atmosfer, dan efek yang ditimbulkan berupa:
·         Terganggunya penglihatan oleh kabut partikulat.
·         Menyebabkan bronkhitis, emphysema dan kanker.

  1. Bas belerang oksida, atau SOx, yaitu SO2 dan SO3.
Biasanya gas SO3 terbentuk dalam dapur karena oksidasi SO2 menjadi SO3. Akibat yang ditimbulkan oleh gas-gas ini ialah:
Ø  Apabila terjadi kontak dengan air akan terbentuk asam belerang (H2SO4) yang bersifat korosif terhadap logam dan merusak instalasi dapur.
Ø  Gas SO2 dan SO3 membentuk kabut di atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan asam yang membahayakan kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Ø  Menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.

  1. Gas nitrogen oksida, terbentuk apabila pembakaran dilakukan dalam udara, pada suhu yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena gas nitrogen N2 dan gas oksigen O2 bereaksi membentuk NO dan NO2. Efek yang ditimbulkan oleh gas ini ialah:
§  Dapat merusak kehidupan tanaman dan binatang.
§  Mengganggu kesehatan manusia karena menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.
§  Bersifat korosif pada logam.
§  Menimbulkan hujan asam oleh terbentuknya asam nitrat di atmosfer.
§  Apabila bereaksi dengan uap atau gas dari senyawa organik dengan bantuan sinar matahari dapat menimbulkan kabut fotokimia.

  1. Gas karbon monoksida yang terbentuk apabila pembakaran tidak sempurna. Efek yang ditimbulkan oleh gas CO bagi kesehatan manusia ialah:
Ø  Apabila gas tersebut terhisap melalui pernafasan, gas CO bereaksi dengan haemoglobin dalam darah, sehingga menghambat transfer oksigen yang membahayakan kehidupan manusia.

  1. Gas-gas senyawa organik.
Akibat yang ditimbulkan oleh adanya gas ini adalah:
·         Di atmosfer dengan gas NOx membentuk oksidant, berupa kabut. Kabut oksidant ini menimbulkan iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan.








Top of Form

1 komentar: